Wednesday, June 27, 2012

Pasar Kangen Jogja!

Kemaren Rabu tanggal 20 Juni 2012, tepat seminggu yang lalu, saya pergi ke Pasar Kangen Jogja. Sebenernya acara ini sangat tidak direncanakan. Tadinya saya ke tempat Dhea balikin piring tempat kue ulang tahun saya, terus kita berdua ke tempat bimbel gitu, nemenin saya daftar. Ternyata diluar dugaan, daftarnya sebentar banget dan ketika keluar gedung bimbel, hening banget, perjalanan hari itu seperti anti-klimaks sekali. Akhirnya kita bikin-bikin acara, dan singkat cerita kita langsung cus ke Pasar Kangen.

Pasar Kangen Jogja 2012 adalah acara tahunannya Taman Budaya Yogyakarta. Kebetulan tahun ini diselenggarakan tanggal 19-24 Juni. Buat yang belum tau, konsepnya seperti Festival Kesenian Yogyakarta (FKY). Buat yang masih belum tau, disana dijual berbagai macam kerajinan, perabotan antik, barang-barang kuno, makanan-makanan tradisional dan lukisan juga. Selain itu, ada pameran kreatifitasnya juga. Oiya, ditambah ada panggung keseniannya. Intinya, tujuan dari acara ini adalah untuk mengobati kangennya masyarakat Jogja akan hal-hal yang berbau tempo dulu. Tempatnya di kompleks Taman Budaya Yogyakarta, ada yang di luar, di teras, ada juga yang di dalam ruangan.

Berikut beberapa fotonya:

Buku-buku, prangko, dll semuanya lawas 

Dhea dengan gaya sok Shinta

ember yang di pojok kanan itu bagian dari pameran lho

ini zona Kampung Nyutran dengan kerajinan layang-layang dan lukisnya

Gambar lucu di tas itu murni handcraft lho, pake semacam rafia warna warni gitu

Lukisannya super besar, panjang aslinya kurang lebih 3 kali yang ada difoto itu

zona Kampung Kricak dengan lukisan yang sama besarnya juga
 
Dhea bersama kerajinan-kerajinan unik dari koran dan kawat

Enaknya jadi orang Jogja. Kalo mulai masuk musim libur gini, bakal ada banyaaaak sekali event seni digelar dimana-mana. Hidup seniman Jogja!

Some Pictures from My Instagram

Mercusuar di daerah Kwaru. Selepas kegiatan Kajian Islam Intensif Padmanaba

Setelah sampe dipucuk mercusuar. Delapan lantai dengan tangga yang curam, lumayan menguras keringat

Tiresias versi gambaran saya

Di atas bukit di daerah Candi Boko. Ini naiknya lumayan menguras keringat juga

Seorang teman, sebut saja Ardita. Entah apa yang dia lakukan

gift from Richard. Kebetulan sempat bertemu dan meminta tanda tangan

Richard in action saat Shaggy Dog tampil di Pawitikra Revolution #3

Tuesday, June 26, 2012

Top Gear Cause Damage to Your Brain

Sejak berlangganan TV kabel Indov*sion, kurang lebih sudah setahunan ini, saya jadi penggila sebuah TV series di channel BBC Knowledge.

275px-TopGearLogo.jpg
Yes, the show is about cars
Top Gear adalah acara tv yang sangat populer di dunia, dan bertahan sudah belasan tahun. Nggak heran eksistensinya bisa begitu kuat. Kualitas acaranya memang patut diacungi jempol

Mungkin buat yang belum tau acara ini, terutama cewek, first impression-nya bakalan "Oh, acara otomotif, ga menarik." Then it means you miss such a wonderful moment in this world.
This show is killing me. Yes, it affected my brain and cause a serious damage.
Klarifikasi dulu, Top Gear yang saya gilai adalah Top Gear versi Britis. Bukan versi australia, amerika, maupun zimbabwe (emange ono).

Kenapa saya bisa begitu jatuh cinta sama Top Gear? Pertama, they have British accent (hahaha maaf kalo mainstream, but it's true). Tidak dapat dipungkiri, kekuatan pria beraksen British bisa melumpuhkan semua cewek di dunia ini. Meskipun wajah-wajah tua Jeremy Clarkson, Richard Hammond dan James May sangat tidak menggugah selera, tapi mereka punya modal nomor satu diatas tampang: British accent!

Richard Hammond, James May, Jeremy Clarkson sukses sekali membawakan acara dengan kelakar-kelakar mereka
Kedua, konsep acara yang sangat-sangat total. A big WOW.
Kalo menurut saya, mereka membagi acara ini dalam dua part. Part pertama adalah the cars time. Membahas masalah mobil keluaran terbaru, mengundang bintang tamu untuk hadir dan membahas masalah mobil, atau hal-hal lain sejenisnya. Tapi tetep dikemas menarik, jadi saya yang notabene nggak ngerti otomotif ini tetep bisa menikmati. Part kedua adalah the idiots time. Nah, part ini memang membahas tentang mobil atau other motor vehicles juga, cuma cenderung lebih ke stupidity test kalo menurut saya. Ini yang disebut Top Gear Challenge, challenge yang dibuat oleh kru atau satu sama lain, dan harus mereka laksanakan. Mereka bertiga akan melakukan ujicoba yang tidak lazim. Yang wah. Yang bakal bikin kalian cuma punya dua pilihan pas nonton: ketawa atau menganga.
Daftar stupid challenges-nya bisa diliat di sini
Kalo nggak percaya dan nggak langganan TV kabel, silahkan lihat-lihat videonya di channel youtube Top Gear.
Oh man, this stupidity...
Melintasi Vietnam dengan sepeda motor + beberapa ujian dari kru
Jeremy dengan "mobil" kebanggaannya ketika mereka bertiga ditantang untuk membuat mobil amphibi
Selain itu, ada juga tambahan-tambahan menarik kayak The Stig yang selalu mereka agung-agungkan. Lalu test drive para artis dengan mobil harga layak, dan masih banyak hal lain yang super lucu sangat tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata.

The Stig

I think now you guys already know why it cause damage to my brain. For this TV series, I'm totally lost for words. 

Sunday, June 10, 2012

Musikal Laskar Pelangi goes to Jogja!

Hellooooooooo readers! Gila, it's been a looooong time. Lama nggak buka blog, harus bersih-bersih sana sini, nyapu, ngepel, nyusun mebel baru, intinya sudah kangen nulis. Yah meskipun nggak yakin juga blog ini ada readersnya hah!

Kali ini saya mau sedikit nge-review tentang that goddamn Musikal Laskar Pelangi yang totally makes my tongue freezing. Sebelumnya mohon ampun kalo penilaian saya kurang sesuai, maklum, ini cuma review-an anak berkapasitas layaknya pelajar SMA yang cuma tau acting dari ekskul teater.


Yak. Hari Minggu 27 Mei 2012 jam 7 malem di Jogja Expo Center. Meskipun cuma kebagian (baca: mampu beli) tiket SILVER yang notabene kelas paling belakang, berkat niat dan kerja keras berlari, berebut kursi pake rusuh sama ibu-ibu, akhirnya saya bersama seorang teman berhasil mendapat seat silver yang depan sendiri. Dan menurut saya itu justru best view ke arah stagenya karena kursi silver pake level sendiri. Bahkan operator & crew, kayak Riri Riza, Mira Lesmana, Erwin Gutawa, Jay Subiyakto, dll juga duduk beberapa meter dari saya, di daerah silver seat. Oiya, sempet liat Mathias Muchus juga (halah).
Ini nih crewnya:

Erwin, Mirles, Toto Arto, Jay, Riri, Andrea Hirata. Kurang Hartati sang koreografer nih....

Oke, musikal yang satu ini emang gila. Disaat saya yang hobi nonton pertunjukan teater ini sering misuh-misuh tiap keluar dari gedung pertunjukkan karena harga tiket yang terlalu mahal dibandingkan kualitas pertunjukkannya, MLP di scene pertamanya sudah membuat saya misuhi diri saya sendiri karena nggak mampu beli tiket yang lebih mahal. Oh man, pertunjukkan seperti ini hanya dengan 100ribu rupiah? Ini murah banget!

Mungkin ini pertunjukan terbaik yang pernah saya tonton. Bahkan Song of the Sea di Sentosa Island, Singapore saja menurut saya kalah, meskipun dalam hal teknis mereka jauh lebih mulus. Tapi totalitas dari pertunjukkan ini yang nggak bisa dicuekin gitu aja. Sebuah mobil yang benar-benar masuk ke dalam panggung, air yang benar-benar mengguyur panggung ketika adegan hujan, permainan animasi yang luar biasa, setting yang luar biasa indah (no one can do better than Jay!), dan musik. Ini definisi dari totalitas. 

Beberapa gambar MLP dari beberapa web:




Bukan berarti pentas ini tanpa cacat. Menurut saya, lightingnya kurang maksimal. Selain itu, kesalahan teknis seperti sound dari clip on yang sempat terganggu, dan pergantian setting yang sempat sedikit kasar juga terjadi di panggung ini.

Nah, saya akan mencoba nge-review per bidang yang biasa saya gunakan ketika saya pentas dulu, karena kebetulan konsep pentas saya dulu sama persis kayak MLP, hanya bedanya yang satu ini lebih pro. Sekali lagi, ini hanya review dari kacamata seorang pelajar SMA.

Keaktoran:
The first thing that impressed me was the kids. I don't have any idea how Riri and Hartati controlled the kids. It seems like they're 10 or something, and for me, I thought it's impossible to keep them on the track. I mean, mereka bener-bener berakting dan menari dengan baik. The best part was the way they sang. Mereka menyanyi dengan sangat indah. Oh God, keaktorannya patut diacungi jempol. Blokingnya oke banget, bahkan di scene yang sangat crowded. Vokal, nggak perlu dikomentari.

Menari, menyanyi, berakting dalam satu waktu itu nggak gampang

Setting:
This one, one of my favorite part of the show. Bener-bener realis banget dan nggak setengah-setengah. Setting pasar adalah favorit saya. Selain pemainnya, setting ini bener-bener bikin scene hidup. Super realis! (istilah opo iki). Trus ada juga setting yang perspektif, kayak ruang kelasnya. Itu keren banget karena saya baru pertama kali lihat yang begituan. Dan semua setting pake roda, jadinya transisi antar scene-nya cenderung halus, tidak tergesa-gesa, dan terkadang malah jadi bagian dari pertunjukan.

Lighting:
Sebenarnya lighting cukup aman. Bahkan ada yang sangat kuat. Sebagai contoh scene Menanti Ayah, Menanti Lintang. Atmosfernya kebangun banget. Tapi ada juga yang menurut saya lumayan fatal kesalahannya. Sebagai contoh, scene saat Bu Muslimah memanggil anak-anak yang sedang bermain perosotan di sisi panggung yang lain. Anak-anak ini sama sekali nggak keliatan. Yang paling fatal dan sangat terlihat menurut saya adalah scene Bu Muslimah menyanyi solo saat kehilangan Pak Harfan. Padahal scene ini kalo di tangga dramatik bakal megang banget buat jatuhnya, udah musiknya emosional, Bu Muslimah (Eka Deli/Lea Simanjuntak saya lupa) suaranya sangat sangat powerful, sayangnya lighting aduh mamaaa merusak deh. Bener-bener nanggung. Bahkan saat klimaks, Bu Muslimah justru tepat berada di garis tanggung lighting. Sayang sekali.

Menanti Ayah, Menanti Lintang

Kostum:
Mungkin karena sudah ada filmnya, jadi kostum tidak mengalami kesulitan kali ya. Udah ada gambaran. Fine fine aja kok.

Make-up:
Ini juga mungkin karena ini pertunjukan realis, jadi tidak menemukan kendala.

Koreo:
Two thumbs up! Terutama scene kuli Kampung Gantong. Koreonya sangat variatif, blokingnya bagus banget, dan dancernya juga powerful. 

Kuli Kampung Gantong

Multimedia:
Sebenernya menurut saya peran multimedia disini lebih ke inovasinya. Memang animasi membantu scene membangun setting dan emosi scene tersebut. Tapi saya lebih tertarik sama inovasi-inovasi seperti menggabungkan animasi dengan siluet, mengeluarkan giant screen dan animasi di scene Cerdas Cermat sebagai simbol kejeniusan Lintang, dan yang sedikit lebih menarik perhatian saya adalah animasi pohon yang bergerak kemudian dipadukan dengan bentuk-bentuk artistik dari beberapa orang. Brilliant innovation!

Sound:
Sound-nya balance banget. Yah namanya juga professional. Tapi sempat terjadi kesalah teknis juga, mendengungnya sound system sempet terjadi selama sekitar 3 detik.

Musik:
I'm absolutely lost for words. The heart of the show. Alunan musik hasil karya Erwin Gutawa ini kuat banget. Selain itu, lagu-lagunya juga tidak ringan, namun juga tidak complicated, sehingga dengan lirik yang mudah diterima, semua lagu bisa dicerna penonton dengan baik. Apalagi, lagi-lagi saya akan memuji kemampuan vokal para pemainnya. Sangat merata dan emosional. Musik yang memegang emosi penonton. Musik mengambil peran besar dalam membuat semua penonton merasakan emosi yang sama sesuai dengan tangga dramatik yang diinginkan sutradara. Guhhrrreat!



Overall, gila! Saya bangga Indonesia punya pertunjukan sekelas ini! Dan saya pribadi, saya merasa telah dipecundangi oleh that curly director hahaha. Saya kira MLP tidak akan semegah ini. Paling tidak sebelum saya tau Jay Subiyakto terlibat. Okay, I was wrong. I WAS WRONG! Thank you for making this happen, and thank you for bring this to Jogja. You guys are such a genius team!


P.S.: Jay, no matter Riri Riza, Mira Lesmana and Andrea Hirata say, keep it straight. Keep it straight.