Jarak ditemani dua titik.
Semesta tentukan letak keduanya.
Lalu bagaimana kita tau?
***
Jarak telah lama menjadi musuhku
Tapi ia juga tanpa pamrih menjadi kawanku.
Jarak pernah menunjukkan padaku apa yang seorang ibu rela korbankan untukku, anaknya yang saat itu belum bisa apa-apa.
Pernah suatu kali hati seorang perempuan renta hancur, di depan mataku.
Konon, jarak berperan besar atas air matanya. Nenekku.
Lain waktu, aku terlena oleh rekat. Berkutat pada kesia-siaan yang sama, sampai akhirnya jarak hadir menyelamatkanku dari kebodohan.
Tapi jarak bisa begitu kejam, menghantuiku bahkan sebelum hadir.
Ia tiba-tiba muncul ketika lonceng perpisahan berdentang. Entah siapa yang memukul.
Kemudian jarak bisa menjelma menjadi yang paling jahat,
Saat tak bisa ku ukur dengan peta apa pun.
Saat tak bisa terdeteksi satelit mana pun.
Saat satu-satunya cara hanyalah menerka
Padahal dekapmu terasa begitu dekat.
Atau jangan-jangan,
Aku yang tak bisa menemukan diriku sendiri?
Aku yang tersesat selama ini?
Untungnya menulis membuatku sedikit lega,
Membuatku merasa melakukan perjalanan,
Memangkas jarak sedikit demi sedikit.
Tapi,
Untuk apa?
***
Sepertinya aku memutuskan untuk tersesat dengan bahagia.