Saturday, May 13, 2017

Melepas Waktu #1

(Tulisan ini bagian dari Melepas Waktu)

***

Melihat langit malam sudah menjadi kesukaanku sejak dulu.
Aku biasa berdiam diri sendiri di halaman villa kaliurang saat makrab, di tengah hutan saat "makrab" (hehe), di pinggir pantai saat beach camp, dan yang paling sering adalah di depan garasi rumah. Sudah tak perlu kuceritakan lagi bagaimana aku mengagumi langit malam, sudah pernah kutulis juga di blog ini.

Namun langit malam di Papua benar-benar berbeda.
Adalah langit terindah yang pernah kulihat seumur hidupku, bukan langit yang bisa kutemui disini, di tempat-tempat gelap seperti pantai dan hutan sekali pun.
Bintangnya begitu terang dan rapat. Langit benar-benar penuh dengan bintang, hampir tak ada tempat kosong di kanvas bertabur bintang itu. Milky way tampak begitu jelas dan indah, kasatmata.
Peta bintang yang biasa ku pakai di rumah, tak akan bisa kupakai di sini, karena terlalu banyak bintang yang harus dibaca, mereka terlalu rapat.
Aku juga tak tau kenapa. Tapi langit Warbor benar-benar bisa membuatku seperti ada di luar angkasa. 

Di mana pun aku menatap langit malam, rasi bintang yang pertama ku cari adalah scorpion. Satu-satunya rasi yang bisa kutemukan tanpa melihat peta bintang hehe. Suatu malam, aku bahagia sekali bisa menunjukkan rasi itu pada Bima, dan berhasil mengukir raut terpukau di wajahnya.


Oiya, sebelum menginjak Papua, aku belum pernah melihat bintang jatuh.
Tapi di sana, hampir setiap malam langkah pulangku ditemani banyak sekali bintang jatuh. Jelas sekali.
Pertama kali aku dan teman-teman menyaksikan bintang jatuh, kami terkagum-kagum. Namun hari-hari berikutnya menjadi biasa saja karena bintang jatuh dengan mudahnya kami temukan tiap kali kami memandang ke atas saat malam hari hahaha.

Ah, perjalanan pulang dengan berjalan kaki setiap malam selama dua bulan di sana sungguh kurindukan.
Langit Papua begitu memikat hatiku.

foto diambil oleh Upan di sepanjang jalan Kampung Warbor, Supiori Utara, Papua.

Wednesday, May 10, 2017

Melepas Waktu

“Kalau sampe terjadi hal-hal buruk, sebut nama Allah ya, Nduk. Jangan sebut yang lain. Sebut nama Allah,” begitu ucap mbah putri ketika melepas kepergianku ke Papua, dengan nada penuh dengan kekhawatiran. Sepertinya ia belum ikhlas melepas cucunya pergi.

Nyatanya Papua benar-benar membuatku tercekat dan mengucap nama Tuhanku berulang kali.
Bukan karena hal buruk. Melainkan karena hal-hal terlampau indah di luar nalarku. Hal-hal yang kusaksikan dengan mata kepalaku sendiri, yang begitu menyentuh perasaanku, hingga tak tau lagi harus berkata apa selain menyebut nama Allah.
Alam Papua tak hanya memanjakan mata, namun juga meneduhkan hati.

Aku bukan orang yang religius.
Tapi Papua, membuatku mencintai hidupku, bumi ini, dan Tuhanku lebih lagi.


Dalam beberapa tulisan ke depan, aku akan mencoba menceritakan beberapa pengalaman yang kualami tersebut, dengan judul dan label "Melepas Waktu".
Entah apakah tulisan ini akan memberi manfaat, karena sudah pasti takkan bisa menggambarkan bagaimana persisnya. Yah, paling tidak sekedar menjadi pengingat untuk diri sendiri ketika suatu hari nanti lupa datang menghampiri.