Friday, July 27, 2012

Tak Mau Berusaha Untuk Mampu Berpisah


Tadi sehabis tarawih bersama teman-teman, aku menyaksikan mereka bermain bola dengan begitu gembira di lapangan. Malam ini dingin sekali. Aku berdiri, memandang dari lantai atas, terpaku. Gelak tawa mereka saat itu membuatku tersenyum. Tersenyum ketakutan.

Melihat raut mereka yang begitu bahagia... Entah kenapa aku jadi benar-benar sadar. Bahwa kami sudah dewasa sekarang. Bahwa kami sudah kelas tiga SMA. Bahwa kami bukan lagi bocah ingusan yang bingung menentukan arah. Bahwa Padmanaba telah membesarkan kami hingga titik ini. Tuhan...... waktu benar-benar telah memanipulasi perasaan kita! Lihat wajah-wajah itu, wajah dewasa teman-temanku. Lihat pola pikir mereka, pikiran instan telah berganti menjadi penuh perhitungan meski masih kental dengan euphoria anak muda. Teman-temanku telah beranjak besar bersamaku.

Padmanaba dapurnya, kami persiapkan semua bersama, kami matangkan diri kami bersama, agar kelak semua tersaji dengan baik di meja kehidupan liar. Selama ini kami berpegangan, tak pernah lepas, beranjak bersama menuju kedewasaan. Tangan kami saling berkaitan, serempak kami tumbuh bersama, meski kami tak menyadarinya. Dengan semua kejadian itu, aku ingin bertanya, bagaimana bisa perasaan kami tidak satu?

Aku menyayangi kami tak semata-mata karena kebaikan. Aku menyayangi kami karena ada hinaan di dalam pujian. Aku menyayangi kami karena ada kesalahan di dalam kesempurnaan. Aku menyayangi kami karena ada tidak menyukai di dalam sangat mencintai. Aku menyayangi kami karena kami semua berbeda, dan perbedaan mengajarkan banyak hal.

Aku tidak sanggup membayangkan bagaimana esok hari kita harus menghadapi kenyataan yang pasti adanya. Kenyataan bahwa kami harus mengambil jalan kami masing-masing, menuju mimpi kami. Sedetik pun aku tak mau berusaha untuk mampu berpisah.

Namun, apa yang bisa kulakukan agar perasaan ini kekal? Kekal, meski kelak tanah dan langit kami telah berbeda. Kami pernah merasakannya ketika meninggalkan bangku SMP dulu. Kami tau kemanusiawian perlahan akan menghapus memori emosional kami. Rasanya tak akan pernah sama, meski kami terikat.

Saat ini, kami disibukkan dengan persiapan masa depan. Masa depan yang memaksa kami meninggalkan zona nyaman. Kami jelas tak bisa berkilah dari yang satu ini, kan? Jadi, satu-satunya yang bisa aku lakukan adalah berdoa.

Tuhan, aku tau saat itu akan datang. Saat dimana kami dipaksa berpisah oleh diri kami sendiri. Aku percaya Kau sutradara terbaik, skenarioMu yang terindah. Perpisahan selalu ada di setiap pertemuan. Kami tidak berhak menyalahi aturanMu. Maka, ajari kami tentang merelakan. Ajari kami tentang mengikhlaskan. Ajari kami untuk bersyukur. Sehingga ketika perpisahan itu hadir, yang kami punya adalah rasa syukur yang begitu besar karena telah dipertemukan olehMu. Rasa syukur karena telah diberi kesempatan hebat untuk bersatu. Dan semua akan terobati dengan sebuah kerelaan: air mata keikhlasan.

Tuesday, July 17, 2012

Jono Oh Jono

Sebelumnya maaf kalo judul diatas agak mirip sama Jinny Oh Jinny #krik

Sebenarnya, Jono adalah seekor angsa. Kenapa harus saya tulis di blog ini? Karena saya tertarik dengan kisah hidupnya yang complicated. Kenapa namanya Jono? Tanyakan pada rumput yang bergoyang.

Before

Jadi, semua bermula ketika Om saya membeli sepasang angsa untuk dipelihara di rumah. Hal ini disambut baik oleh kedua anaknya, Yasmin (kelas 4 SD) dan Seruni (kelas 1 SD). Kedua anak ini lah yang kemudian bertugas memberi nama semua angsa yang mereka punya. Pasangan pertama angsa ini diberi nama Baba dan Nyaknyak (jangan tanya kenapa). Lalu, karena hubungan dua angsa ini sepertinya tidak harmonis alias gagal bertelur, si Om beli lagi sepasang angsa yang kemudian dinamai Bobo dan Bibi.

Singkat cerita, Bobo dan Bibi mesra sekali sehingga menetaslah 3 ekor angsa unyu hasil perkawinan mereka.  Dua jantan dan satu betina. Jantan pertama diberi nama Joyo, jantan kedua diberi nama Jono, betina satu-satunya diberi nama Nabila............................... #kemudianhening -_-

Sayangnya, nasib naas kemudian menimpa keluarga bahagia ini.

Nabila, anak paling ayu, harus mati mengenaskan karena kepalanya yang terluka sampai berdarah-darah. Kalo kata Om dan Ibu, Nabila mati karena namanya terlalu berat, kabotan jeneng -_-

Meskipun sedih ditinggal sodara, Jono tetap melanjutkan hidupnya dengan normal. Namun, suatu hari, terjadi sesuatu yang menggemparkan. Seorang kerabat mengatakan bahwa kelamin Jono adalah perempuan! Ternyata Jono telah salah teridentifikasi! Kedua adik sepupuku tadi tidak tinggal diam. Merasa nama Jono kurang tepat, mereka akhirnya mengganti nama Jono dengan nama perempuan yang lebih keren: Jennifer, atau panggilannya, Jean.

Lagi-lagi, jangan tanya kenapa -_-

Setelah kejadian itu, Jono Jennifer tetep melanjutkan hidupnya dengan normal lagi. Namun, suatu hari, Joyo juga harus berakhir menyedihkan karena ikut mati. Mulai dari sinilah Jono Jennifer mulai nakal. Hidupnya nggak tenang, suka mengganggu angsa-angsa lainnya. Om yang sudah kewalahan akhirnya membuat sebuah keputusan yang nggak kalah besar sama dekrit presiden: Jono Jennifer berakhir di pemanggang

Processing

After

Mengheningkan cipta, mulai...
*semua menangis*

Yak. Itulah wajah cantik terakhir Jono opo Jennifer terserahlah. Dan ini foto dua makhluk pembunuh pemberi nama angsa yang cukup handal

Seruni - Yasmin