Saat SMP, aku membaca sebuah buku. Novel pertama dengan harga lumayan mahal yang kupilih sendiri. Jungle Child.
Aku benar-benar terpesona akan kehidupan yang ada di dalamnya. Sebuah kisah nyata bocah eropa yang hidup di pedalaman Papua. Aku jatuh cinta dengan kehidupan yang ia punya.
---
Saat SMA, dari banyak membaca dan menonton film aku mulai percaya akan pendidikan yang seharusnya merata. Aku percaya semua anak Indonesia berhak mendapat ilmu yang sama. Dan hal yang mulai kucintai, yang sering dituduh berbahaya, aku percaya mereka hanya tak mendapat hak yang setara.
---
Papua, aku jatuh cinta!
Dan cinta ini semakin meluap-luap setiap harinya!
Jika ditanya cita-cita, aku tak pernah bisa menjawab. Yang jelas, jangka panjang nanti, aku ingin bermanfaat untuk Papua. Aku ingin pendidikan yang layak sampai kesana. Aku ingin Indonesia, dari ujung barat ke ujung timur sama pintarnya!
Aku ingin kakiku sampai disana. Meski cicilanku hingga saat ini masih sebatas cerita.
---
Di awal perkuliahan, aku bertemu seorang perempuan jawa yang beberapa tahun tinggal di Papua. Baru beberapa jam kami kenal, aku ceritakan semua mimpiku, dan ia menyambutnya dengan gembira. Meletup-letuplah cerita keluar dari pengalamannya, meletup-letuplah telingaku menyimak tiap katanya.
Lalu muncullah seorang kawan satu kelas yang lahir dan besar di Nabire. Laki-laki ini sungguh membuatku terharu, kagum, geli, malu, bercampur teraduk jadi satu. Kawanku ini jauh lebih sopan dariku, jauh lebih
pekiwuh dariku, jauh lebih tekun dariku, dan yang jelas jauh lebih sederhana dan apa adanya. Meski komunikasiku dan dia tidak lancar, aku sering bertanya tentang kampung halamannya, keluarganya, dan hal-hal tentang rumahnya yang dua tahun tak ditengoknya. Hebat benar kawanku satu ini.
Pernah satu seniorku kembali dari kampung halamannya di Papua. Rupanya ia membawa beberapa gelang asli dari sana. Hari itu, untuk pertama kalinya aku mendapatkan barang asli dari Papua. Kupakai dan sama sekali tak pernah kulepas gelang itu, sampai akhirnya rusak.
---
Tak mungkin aku pergi kesana dalam waktu dekat. Selain biaya yang tak sedikit, tak ada motif yang cukup kuat yang bisa membawaku kesana.
Kemudian masa KKN bagi 2011 tiba.
Kemudian aku berpikir.
Ini kesempatanku.
KKN di tanah Papua!
Pernah sekali kuungkapkan niatku untuk KKN di Papua, namun ditolak mentah-mentah oleh orang tua.
Tahun ini, seorang senior 2012 pulang KKN dari Papua membawa gelang, beberapa foto, dan banyak cerita untukku. Sebenarnya, aku yang memaksanya bercerita. Setiap penggal kalimatnya membuatku kembali terbawa imajinasi. Setiap katanya membuatku kembali terhipnotis oleh mimpi.
Tekadku kembali bulat. Ini strategi baruku: yakinkan diri, kemudian yakinkan orang tua. Ku kumpulkan cerita sebanyak-banyaknya, kemudian kuceritakan kembali ke orang tuaku. Semoga satu tahun bercerita cukup untuk mengubah pikiran orang tuaku hahaha.
Ini semangat mengabdi, Pak, Bu!
---
Tuhan,
Semoga Kau peluk mimpiku.
---
Suatu hari aku tak bisa menolak
Suatu hari aku tak tahu sebab
Suatu hari aku tak ingat saat
Suatu hari mimpiku tertambat disana
Suatu hari kubayangkan senyum anaknya
Suatu hari kubayangkan biru lautnya
Suatu hari kubayangkan gelap hutannya
Suatu hari mimpiku tertambat disana
Suatu hari aku jatuh cinta karena tanya
Suatu hari aku jatuh cinta karena kuasa
Suatu hari aku jatuh cinta karena percaya
Suatu hari mimpiku tertambat disana
Suatu hari aku akan ada disana
 |
photo credit to Mas Tedjo dan tim KKN Supiori, Papua. |