Bapaku seorang ketua jemaat gereja. Juga seorang tokoh masyarakat yang paling dihormati. Mamaku seorang perempuan yang terkenal akan kepandaiannya memasak. Setiap hari selalu ada kue di meja kami. Kaka Sola, Intan, Novi, dan Ayu adalah teman menonton film-film dari kaset bajakan yang mereka beli di kota. Maikel, ia temanku bercerita di rumah, juga teman bermain di pantai belakang rumah.
Albert, si anak SD yang jago main bola. Ia gemar menggandeng tanganku. Nahum, bocah kecil tak banyak bicara yang sering minta diajarkan pelajaran sekolah. Fiktor, si tukang bolos dan pemalas ini berubah menjadi rajin membantuku perihal memasak dan memotong kayu.
Anak-anak adalah kehidupanku. Terlalu banyak anak-anak yang tak bisa kusebutkan satu per satu, yang tak bisa kudapatkan fotonya satu-persatu. Mereka alasanku untuk bangun pagi, untuk turun ke jalan, untuk lari ke pantai, untuk naik ke pohon, untuk tersenyum setiap hari, dan sekarang untuk segera kembali kesana lagi. Aku menyayangi mereka semua seperti seorang kakak yang menyayangi adik-adiknya.
Bima. Sahabatku, musuh kecilku, penjagaku, pelindungku, penghiburku, pengawalku.
Bima dan aku, kami menangis dalam pelukan pertama dan terakhir kami.