Wednesday, September 21, 2016

Mendengar Suara Bima

Akhirnya, setelah sekian lama aku membayangkan kehadirannya di sekitarku, mengingat-ingat suaranya, setelah sekian lama aku merindukan Bima, siang itu adik kecilku menelfon lewat telfon genggam bapanya.

"Halo Kaka Lia."

Spontan aku meloncat dari kursi dan lari keluar rumah. Semata-mata karena senang bukan main dan tak mau teriakanku mengganggu orang di rumah.
Sungguh, hati ini rasanya mau meledak-ledak. Senang bukan main.

Namun, lagi-lagi namanya juga Bima. Hubungan "adik-kakak" kami tak pernah sentimentil. Aku dengan lihai menyembunyikan perasaanku yang emosional ini dan tetap berlagak tenang menghadapinya. Hahahaha.
Selama telfon kurang lebih 30 menit, kami menyombongkan diri, mencela, dan tertawa bersama. Sesekali aku menanyakan sekolah dan kelanjutan seleksi sepak bolanya. Hanya itu hal serius yang bisa kami bicarakan.

"Kaka Arma ada tangkap teteruga."
"Ko ada janji bikin gelang teteruga untuk kaka to. Mari sini kasi kaka."
"Kaka datang ke kampung boleh, sebentar sa bikin untuk kaka."
"Iyo sebentar kaka lari ke Warbor."
"Hahaha.."
"Hahaha.."

Ah, betapa aku berharap kalimat itu bukanlah candaan.

Terima kasih, Bima. Bima bikin kaka bahagia sekali.
Nama Bima, akan selalu ada di setiap doa kaka.

No comments:

Post a Comment