Sunday, June 8, 2014

Rindu

Bagaimana bisa merindukan sesuatu yang tak pernah kau temui?


Saya berharap tulisan malam ini tak banyak dibaca orang. Saya tak peduli. Tulisan ini mungkin salah satu tulisan paling jujur dan spontan yang pernah saya buat. Entahlah, saya hanya ingin melampiaskan perasaan saya.

Baru saja saya membaca sebuah blog milik orang yang tak begitu saya kenal. Disana banyak tulisan indah dan penuh makna. Di salah satu tulisan, ia bercerita tentang mendaki gunung. Disana tertulis sebuah nama. Gie.

Rindu. Saya begitu merindukan terjun ke dalam dunianya. Saya begitu merindukan sesosok yang tak pernah saya temui wujud aslinya. Toh abunya kini sudah tersebar di lembah Mandalawangi. Dulu setengah mati usaha saya untuk mengenalnya, dari berbagai sumber. Malam ini, saya kembali membuka file, buku, dan puisi tentang dia.

Tak sengaja saya menangis. Biarlah orang berkata saya sentimentil, cengeng, dibuat-buat, atau apalah, saya tak peduli. Saya hanya ingin meluapkan isi hati saya.

Saya menangis membaca tulisan-tulisan dan puisinya. Betapa pola pikirnya luar biasa. Saya menangis bukan hanya karena merindukan sosoknya, saya menangis karena sedih melihat keadaan saat ini. Mungkin lebih tepatnya saya ingin sosok Gie ada saat ini. Di saat negeri saya sedang kacau balau. Saat keserakahan dimana-mana. Saat otak manusia pribumi ini dengan mudah diperbudak bangsa lain. Sungguh apa mereka tak sadar bagaimana dulu Sudirman tujuh bulan ditandu bergerilya dengan paru-paru kanan yang kempes hanya demi kita saat ini dengan mudah keluar masuk mall menghamburkan uang. Sungguh apa mereka tak sadar bagaimana Supriyadi memberontak Jepang hingga dinyatakan hilang tak tahu nasibnya hanya demi kita saat ini bisa makan di restoran-restoran mewah.

Bagaimana perasaan mereka jika melihat negeri yang mereka perjuangkan untuk merdeka dari negara lain kini justru dijajah, dikhianati rakyatnya sendiri?

Malu. Harusnya kita malu. Jendral Sudirman, Supriyadi, dan pejuang lain tak perlu repot-repot menukar nyawa demi manusia-manusia seperti kita. Setiap melihat berita keserakahan di media, saya merasa hina. Nyawa orang-orang hebat itu ditukar dengan para pemimpin yang tak tahu malu. Ini nyawa lho. Dana proyek hambalang dikali sejuta juga nggak sebanding dengan ini. Layak kita diperjuangkan?


Cerewet ya saya. Memang. Tapi sungguh saya nggak tahu mau meluapkan kesedihan kemana lagi.

Kadang saya suka membayangkan bisa berdiskusi dengan Gie, menanyakan pendapatnya dan menanyakan apa yang sebaiknya saya lakukan. Negeri ini benar-benar membutuhkan Gie, membutuhkan orang-orang seperti Gie.

Saya selalu berdoa, semoga usaha orang-orang benar di negeri ini selalu diberi kekuatan hingga bisa membuat perubahan. Semoga jiwa-jiwanya selalu diberi kekuatan untuk berjuang meski keserakahan sudah menjadi mayoritas.


Sungguh, tulisan ini saya buat dengan tulus. Saya dengan tulus ingin Tuhan mendengar doa saya untuk Indonesia.
Semoga negeri ini melahirkan Gie-Gie lain di setiap generasinya.



No comments:

Post a Comment