Setelah seharian di rumah, sore tadi saya memutuskan untuk melakukan hobi saya jaman SMA nganggur: muter-muter sendiri naik motor tanpa tujuan bersama block note dan kamera. Kalau pergi-pergi nggak jelas gini, biasanya saya ke arah selatan, daerah Bantul. Rumah saya kan di daerah utara, jadi kalau mau cari suasana baru ya seringnya ke selatan. Nggak sampai pantai sih, biasanya saya masuk-masuk desa gitu, mencari tempat-tempat sepi atau nyaman untuk menulis, menggambar, foto, atau sekedar melihat-lihat saja.
Di perjalanan, saya masuk-masuk ke jalan desa yang sebelumnya sama sekali tak saya kenali. Iseng berhenti dipinggir jalan ketika melihat pemandangan masjid "terbakar". Sebenarnya asap berasal dari depan masjid, namun karena posisinya sejajar jadi terlihat seperti masjid yang terbakar.
 |
Masjid yang "terbakar" |
Ketika sedang asyik dengan masjid tadi, seseorang berteriak memanggil saya dari belakang.
"Kakak! Kakak! Kakak!"
Saya menoleh.
"Foto dong!"
Saya hanya tersenyum dan segera mengambil gambar mereka.
"Makasih, Kak!", katanya sambil tertawa, lalu pergi.
 |
"Kakak! Kakak! Foto dong!" |
Lalu saya melanjutkan perjalanan. Setelah keluar masuk desa-desa, berhenti lagi saya di pinggir ring road, di dekat masjid yang tadi.
 |
Masjid Aceh Bantul |
Ketika sedang asyik dengan masjid (lagi), sekelompok orang memanggil saya dari samping.
"Mbak, foto mbak!"
Saya lagi-lagi tersenyum dan mengambil gambar mereka.
 |
"Pin BB-nya berapa, Mbak?" Saya hanya tersenyum meladeni mereka. |
Lalu tiba-tiba seekor merpati melintas di atas kami. Sontak semua berteriak-teriak, berisik sekali. Mengingatkan saya pada masa kecil saya hehe.
 |
"Woy! Woy!" Seakan merpati mendengar |
Saya lanjutkan perjalanan, dan sampai di Pabrik Gula Madukismo. Saya tertarik berhenti disini karna rupanya sedang banyak aktivitas kereta lori pengangkut tebu di jalan menuju pabrik ini.
 |
Bermain bersama lori |
 |
Berlari seperti lori |
 |
Tujuh pun datang dengan kepulan asap |
"Wo... Keretanya berhenti...", ujar seorang ibu sambil menyuapi anaknya. Sayang, pemandangan perempuan bercelana pendek, sandal jepit, ransel, dan kamera lebih asing ketimbang lori yang kerap melintas di dekat rumah hehe
 |
"Wo keretanya berhenti.." |
 |
"Hak!" |
Ketika lori tujuh berhenti, turunlah bapak-bapak tua yang saya simpulkan sebagai pegawai Pabrik Gula Madukismo. Si bapak memandangi saya, lalu menyapa dengan Bahasa Indonesia. Saya lagi-lagi tersenyum, menjawab sapaan bapak ini dengan Bahasa Jawa. Rupa-rupanya bapak ini ramah sekali. Dia kira saya mengambil gambar untuk keperluan skripsi. Ah bapak, saya tak setua itu. Kami berdialog dan sesekali tertawa menyadari impresi pertama sering tak sejalan dengan fakta.
 |
Si kuning tujuh belas |
 |
Betapa tuanya si Kakek Lori |
 |
Yang akan kau seduh bersama tehmu nanti |
 |
Yang selalu terbatuk |
 |
Tujuh belas |
 |
Sampai jumpa lori tujuh belas.. |
 |
Di lorong tebu yang berdebu |
 |
Tenang saja, selalu ada bel peringatan ketika lori akan bergerak |
 |
Tujuh |
 |
Senja menjemput |
Sebenarnya ingin melanjutkan aktivitas ini hingga gelap. Supaya bisa berlatih mengambil gambar ketika gelap. Ah, bukan itu, terlalu intelek rupanya kata-kata saya. Sebenarnya saya hanya ingin melihat lampu-lampu lori beroperasi, itu saja. Namun karena janji saya pada diri sendiri untuk ada di rumah sebelum ibu pulang kerja, maka saya pulang dijemput senja.
Ah, sungguh, penutup hari yang manis. Lain kali saya akan melakukannya lebih sering.
No comments:
Post a Comment