Wednesday, December 30, 2015

Memaknai Karya

Dalam kejadian, perasaan, hidup, setiap orang akan menciptakan makna sendiri melalui kacamatanya masing-masing.

Seperti halnya yang terjadi denganku dalam memaknai karya. Film.


Seorang sutradara pasti memiliki misi. Misi menyampaikan rasa kepada orang banyak lewat karyanya.
Namun, sutradara tetap manusia. Seapik apa pun garapannya, selugas apa pun kontennya, intinya, sekeras apa pun ia berusaha, sutradara nggak akan bisa memaksa penonton secara seragam menangkap apa yang ia rasakan.

Penonton, punya hak penuh atas kegiatan memaknai film. Seliar apa pun itu.

Seperti aku dan film Laskar Pelangi.
Ada yang memaknai film ini sebagai potret tragedi pendidikan Indonesia.
Ada pula yang beranggapan film ini mengajarkan ketulusan, cinta kasih seorang guru.
Ada yang terinspirasi oleh persahabatan dan perjuangan anak-anak miskin.
Dan masih banyak lagi.
Aku sendiri, memaknai film ini sebagai sebuah pukulan dashyat tepat di tenggorokanku.
Sebuah karya yang membuatku tersadar bahwa sekolah adalah sebuah kenikmatan yang tak terkira, sekaligus sebuah tanggung jawab yang luar biasa.

Ah, sungguh memaknai film membuatku menjadi orang kaya.
Kaya hati akan emosi dan motivasi.

Karena sesungguhnya semua hal yang diciptakan dari hati, bagaimana pun bentuknya nanti, pasti akan sampai ke hati juga.
Jadi, apa pun makna yang kamu dapat, bila itu benar-benar sampai ke hatimu, berpeganglah.

Wednesday, November 18, 2015

What are we doing?

"We used the word "family" but we didn't feel it."

I was in the middle of a conversation with a friend, when suddenly I realized we've spent years working together yet we didn't know each other as if we were family.

The main point of joining a community is supposed to be making new friends, creating good relationships, and knowing people around you as much as you can. But here we are, trapped in a system that make us focus on projects with our own ego, instead of gaining the main point.

In the end, we didn't get the joy of getting new friends.
We created hate and disunity behind.

And I refuse to go with the system. The hate and discomfort, I convince myself that those are not my goals. I want to make friends, a lot of them. And ego wouldn't help me.

Yes, sometimes people disappointed us, I felt them too. However, it's not worth to make it everlasting because I am so sure the disappointment came from working together for some projects that couldn't even define the real us.

I decided to stop the system and fix things that already happened.
Shut your ego and start to know each other.

Monday, October 26, 2015

La historia me absolvera.




Sebuah lagu yang saya ketahui ceritanya dari Banda Neira.
Lagu apik sarat makna yang dinyanyikan ulang oleh mereka.
Hanya itu yang bisa saya rasakan, sampai akhirnya kemarin Sabtu.

Saya menyaksikan langsung lagu itu dilantunkan.
Sebuah lagu yang setelah saya saksikan dengan mata, hati, dan telinga, sangat magis.

Saya pejamkan mata. Dan. Bergetar.



Sebelumnya, perlu Anda ketahui bahwa pasca terjadinya tragedi 1965, negeri ini begitu mencekam karena tindakan tidak manusiawi. Banyak sekali tahanan politik yang menjadi korban ketidakadilan, baik secara fisik maupun psikis.

Tini dan Yanti adalah salah satu lagu dibalik ruji penjara tahanan politik Pekambingan, Denpasar.
Lirik yang ditemukan di dinding penjara ini, ditulis oleh seorang ayah yang dijebloskan ke penjara ketika istrinya sedang hamil. Tini adalah nama istrinya, dan anak yang masih di dalam kandungan, ia bayangkan sebagai Yanti. Lirik yang merupakan pesan untuk anaknya, bahwa ayahnya tidak jahat. Bahwa ayahnya berjuang melawan ketidakadilan. Dan ia percaya, bahwa di masa yang akan datang, sejarah akan membebaskannya. Pesan seorang ayah pada anaknya, yang akhirnya tak sempat bertemu karena terlanjur dieksekusi.

Ada baiknya, anda menyimak artikel disini.



Tini dan Yanti, kepergianku buat kehadiran di hari esok yang gemilang.
Jangan kecewa, meski derita menantang, itu adalah mulia.
Tiada bingkisan, hanya kecintaan akan kebebasan mendatang.
La historia me absolvera,





La historia me absolvera.
Saya tak akan repot-repot memperjuangkan hidup jika sebagian waktu hidup saya habiskan untuk membenci dan mendendam.
Saya percaya saya dilahirkan bukan untuk menjadi seorang pembenci.
Saya percaya saya dilahirkan untuk menjadi berguna bagi sesama.

Friday, October 16, 2015

Tanggung Jawab

Lima hari terakhir, adalah lima hari yang cukup emosional bagiku.

Dua tanggung jawab besar diberikan padaku.

I'm happy and scared at the same time.


Yet, I understand what people say now.
That if your goals don't scare you, they aren't big enough.
And these two things, are worth fighting for.

Menuju Mimpi

Papua nggak sengeri yang dibayangkan. Aku sudah banyak menghimpun informasi supaya nggak cuma bisa membayangkan.

Nggak nyari plesirnya atau serunya, tapi memang pengen bermanfaat disana. Kalo KKN di deket-deket aja, masyarakat udah maju, mereka sudah sering dapet kesempatan akan pendidikan. Tapi kalo yang di timur sana, nama presiden aja belum tentu mereka tau.

Ketika melihat mahasiswa UGM datang, mereka mengagumi kita, mereka menganggap kita pahlawan disana. Bayangkan saja, pemerintah tidak berpikir dua kali untuk mengeluarkan dana ratusan juta untuk mahasiswa. Itu namanya apa kalau bukan karena kepercayaan dan ketergantungan. Bahkan kita nyanyi hymne Gadjah Mada aja mereka terpesona dan merekamnya di hape masing-masing. Segitu butuhnya mereka dengan sosok mahasiswa disana.

KKN adalah kesempatan buat bermanfaat, aku mau mengambil kesempatan itu, dengan tidak gegabah, dengan mengumpulkan informasi terlebih dahulu dan yakin bahwa kegiatan ini aman.



-----------------------------------


Ketika melihat sebuah video sekelompok mahasiswa berdiri tegap menyanyikan hymne Gadjah Mada disaksikan puluhan pasang mata yang terkagum di tanah Papua, aku menangis.


Aku tau restu orang tua adalah restu Tuhan.
Dan bagaimana bisa Tuhan memeluk mimpiku bila orang tuaku tak memeluknya.
Ini adalah tulisan singkat tentang memperjuangkan restu.

Setelah melalui perdebatan yang tak kunjung usai, akhirnya kuputuskan membuat sebuah tulisan. Agar orang tuaku tau segala informasi tentang tempat tujuanku, dan lebih penting, agar orang tuaku tau bahwa aku sungguh-sungguh.

Tulisan di atas, adalah halaman terakhir dari 10 halaman "proposal" yang aku ajukan ke orang tua. Sepuluh halaman yang bermakna paling emosional dalam hidupku.

Kata-kata seperti itu, tidak mungkin aku mengucapkannya secara langsung pada orang tua. Mengetiknya saja sudah membuatku merasa terlalu sentimentil.

Namun akhirnya, kalimat-kalimat itu berhasil membawaku satu langkah lagi menuju mimpi yang terwujud.


-----------------------------------


Bertahun lalu, ketika tercetus ide pergi kesana, saya sempat menyerah sebelum bertanding. Saya tau orang tua saya. Tidak akan mungkin mendapat izin dari keduanya.

Namun sejak dua bulan yang lalu, saya memutuskan untuk tidak menyerah pada sebuah mimpi yang begitu dekat untuk diraih.
Hadir sebuah kesempatan. Saya mulai gencar menceritakan pengalaman kakak-kakak saya pada orang tua. Dua minggu lalu, setelah lagi-lagi keputusan saya ditolak mentah-mentah, saya memutuskan untuk mengumpulkan dan menyusun informasi yang ada dari berbagai sumber dan menjadikannya sebuah "proposal".

Kemarin, saya serahkan 10 halaman kertas dengan hati berdebar-debar.

Dan sore ini, keluarlah dua kata paling indah.
"Ya.. Bismillah."

Mungkin tidak semua orang bisa mengerti. Namun bagi saya, dua kata tersebut bermakna luar biasa.

Terima kasih, Pak, Bu.
Bismillah.


-----------------------------------


Tuhan,
Jagalah mimpiku dalam pelukanMu, sampai nanti kujejakkan kakiku.

Monday, September 21, 2015

Istirahat

"Satu-satunya jalan ya operasi. Kalau nggak dioperasi, nggak akan bisa lari dan lompat."



----------------------------



"Nangis, nggak apa. Lalu istirahat. Dilereni sek. No one left to blame."


"Aku tau posisimu. Sekarang kamu boleh sedih. Tapi jangan sampe kesedihan itu menggeser semangatmu. Biar bagaimana pun, jiwanya ada di kamu. Masih ada banyak jalan. Jangan memaksakan diri.

Jangan biarkan kecintaanmu terhadap basket membuat kamu mengesampingkan kesehatanmu. Istirahat lah. Basket udah mengajarkan banyak hal ke kamu. Jangan salahkan keadaan. Tuhan mungkin punya rencana yang lebih indah."

Friday, September 18, 2015

Sad

I easily cry for things that emotional.

And 2 days ago, I had that kind of thing. The same thing I ever had when I was in high school, yet this time, it's more emotional for sure.

Two days ago, there was a match and I was so sure we would win that thing. But then it happened, and everyone in the team refused to put me in again. They insisted, I couldn't do anything. And we lose the game.

I cried. I was mad. Extremely mad. But I wasn't mad at them. I knew they did it because they care about me and I still got a lot of tournament ahead. I'm mad because I had no one to blame it on, and I'm pretty sure I will miss a lot games, especially a tournament that I've been waiting for since last year. This situation, I hate it. I hate it to the core. 

Oh I love basketball so much. And it has never been easy to be the one hobbling around and watch the others playing.

When someone told me not to think about playing and focus on the medication, I'm sad.

Now, even when I'm joking, laughing, and playing around, even when I'm happy,

I'm sad.


Tuesday, September 8, 2015

Suatu Hari Mimpiku Tertambat Disana

Saat SMP, aku membaca sebuah buku. Novel pertama dengan harga lumayan mahal yang kupilih sendiri. Jungle Child.
Aku benar-benar terpesona akan kehidupan yang ada di dalamnya. Sebuah kisah nyata bocah eropa yang hidup di pedalaman Papua. Aku jatuh cinta dengan kehidupan yang ia punya.

---

Saat SMA, dari banyak membaca dan menonton film aku mulai percaya akan pendidikan yang seharusnya merata. Aku percaya semua anak Indonesia berhak mendapat ilmu yang sama. Dan hal yang mulai kucintai, yang sering dituduh berbahaya, aku percaya mereka hanya tak mendapat hak yang setara.

---

Papua, aku jatuh cinta!
Dan cinta ini semakin meluap-luap setiap harinya!

Jika ditanya cita-cita, aku tak pernah bisa menjawab. Yang jelas, jangka panjang nanti, aku ingin bermanfaat untuk Papua. Aku ingin pendidikan yang layak sampai kesana. Aku ingin Indonesia, dari ujung barat ke ujung timur sama pintarnya!

Aku ingin kakiku sampai disana. Meski cicilanku hingga saat ini masih sebatas cerita.

---

Di awal perkuliahan, aku bertemu seorang perempuan jawa yang beberapa tahun tinggal di Papua. Baru beberapa jam kami kenal, aku ceritakan semua mimpiku, dan ia menyambutnya dengan gembira. Meletup-letuplah cerita keluar dari pengalamannya, meletup-letuplah telingaku menyimak tiap katanya.

Lalu muncullah seorang kawan satu kelas yang lahir dan besar di Nabire. Laki-laki ini sungguh membuatku terharu, kagum, geli, malu, bercampur teraduk jadi satu. Kawanku ini jauh lebih sopan dariku, jauh lebih pekiwuh dariku, jauh lebih tekun dariku, dan yang jelas jauh lebih sederhana dan apa adanya. Meski komunikasiku dan dia tidak lancar, aku sering bertanya tentang kampung halamannya, keluarganya, dan hal-hal tentang rumahnya yang dua tahun tak ditengoknya. Hebat benar kawanku satu ini.

Pernah satu seniorku kembali dari kampung halamannya di Papua. Rupanya ia membawa beberapa gelang asli dari sana. Hari itu, untuk pertama kalinya aku mendapatkan barang asli dari Papua. Kupakai dan sama sekali tak pernah kulepas gelang itu, sampai akhirnya rusak.

---

Tak mungkin aku pergi kesana dalam waktu dekat. Selain biaya yang tak sedikit, tak ada motif yang cukup kuat yang bisa membawaku kesana.

Kemudian masa KKN bagi 2011 tiba.
Kemudian aku berpikir.
Ini kesempatanku.
KKN di tanah Papua!

Pernah sekali kuungkapkan niatku untuk KKN di Papua, namun ditolak mentah-mentah oleh orang tua.

Tahun ini, seorang senior 2012 pulang KKN dari Papua membawa gelang, beberapa foto, dan banyak cerita untukku. Sebenarnya, aku yang memaksanya bercerita. Setiap penggal kalimatnya membuatku kembali terbawa imajinasi. Setiap katanya membuatku kembali terhipnotis oleh mimpi.

Tekadku kembali bulat. Ini strategi baruku: yakinkan diri, kemudian yakinkan orang tua. Ku kumpulkan cerita sebanyak-banyaknya, kemudian kuceritakan kembali ke orang tuaku. Semoga satu tahun bercerita cukup untuk mengubah pikiran orang tuaku hahaha.

Ini semangat mengabdi, Pak, Bu!

---

Tuhan,
Semoga Kau peluk mimpiku.

---


Suatu hari aku tak bisa menolak
Suatu hari aku tak tahu sebab
Suatu hari aku tak ingat saat
Suatu hari mimpiku tertambat disana

Suatu hari kubayangkan senyum anaknya
Suatu hari kubayangkan biru lautnya
Suatu hari kubayangkan gelap hutannya
Suatu hari mimpiku tertambat disana

Suatu hari aku jatuh cinta karena tanya
Suatu hari aku jatuh cinta karena kuasa
Suatu hari aku jatuh cinta karena percaya
Suatu hari mimpiku tertambat disana

Suatu hari aku akan ada disana



photo credit to Mas Tedjo dan tim KKN Supiori, Papua.

Tuesday, July 14, 2015

Just A Song I Fall in Love with



Spirit of my silence I can hear you
But I’m afraid to be near you
And I don’t know where to begin
And I don’t know where to begin

Somewhere in the desert there’s a forest
And an acre before us
But I don’t know where to begin
But I don’t know where to begin
Again I’ve lost my strength completely, oh be near me,
Tired old mare with the wind in your hair

Amethyst and flowers on the table, is it real or a fable?
Well I suppose a friend is a friend
And we all know how this will end

Chimney swift that finds me, be my keeper
Silhouette of the cedar
What is that song you sing for the dead?
What is that song you sing for the dead?
I see the signal searchlight strike me in the window of my room
Well I got nothing to prove
Well I got nothing to prove

I forgive you, mother, I can hear you
And I long to be near you
But every road leads to an end
Yes every road leads to an end
Your apparition passes through me in the willows:
Five red hens—you’ll never see us again
You’ll never see us again

Sunday, May 31, 2015

Nasib Puisi Gagal

Beberapa kata yang sudah lama saya susun secara iseng ini secara iseng pula saya kirimkan ke salah satu lomba puisi bermodal 15.000 rupiah tiap puisinya.

Sudah bisa ditebak namanya penulis iseng mana bisa menyaingi penulis-penulis jebolan ilmu budaya sana hehehe. Jadi ini puisi saya bocorkan ke sini saja ya, berhubung ada yang rikues untuk update blog juga.

Yang satu saya tulis di awal semester 3, ketika saya ingin sekali berubah, tak puas dengan pribadi yang begini-begini saja.
Yang satu lagi saya tulis karena ingin merepresentasikan kata-kata orang tentang jatuh cinta. Betapa bertemu idola bisa membuat lupa logika.



Menjadi Baik

Ini apa?
Menanam baru?
Atau mencabut lama?
Aku apa?
Padang rumput?
Atau pohon kelapa?



Jumpa

Berbicara lewat kaki
Telinga kiri mengecap gula
Menghitung rumus, hati
Otakku bergelora
Lidahku dengar musik rock
Tangan melihat negara bobrok
Kamu mencari logika?
Sudah lama kutinggal ia

Friday, April 10, 2015

Ngomong Soal Banjir Jakarta


Empat semester di Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan UGM. Sudah beberapa mata kuliah tentang air. Sungguh ilmu yang satu ini hitungannya sangat tak manusiawi. Namun pemahaman dan manfaatnya memang sedikit membuat hati saya terpikat. Salah satunya ketika hampir semua dosen mata kuliah air di awal perkuliahan akan bercerita tentang banjir Jakarta.


Ah, lagi-lagi kombinasi dua kata itu. Banjir. Jakarta.

Saya memang bukan penghuni ibu kota, namun rasa-rasanya semua orang familiar dengan "frase" tersebut. Entah kapan dua kata itu bisa dipisahkan.

Lalu, kenapa sih Jakarta banjir?

Menurut cerita dari beberapa dosen saya di kelas, ternyata banyak hal yang menyebabkan suatu daerah menjadi rawan banjir, khususnya di Jakarta. Saya mau cerita beberapa diantaranya.

Curah hujan
Jakarta memang memiliki curah hujan yang lebih tinggi dibandingkan dengan Jogja. Tingkat curah hujan di Jakarta bisa dua kali lipat curah hujan di Jogja.

Jenis tanah
Tanah memiliki kemampuan untuk meloloskan air, atau bahasa ilmiahnya, permeabilitas. Berbeda jenis tanah, berbeda pula koefisien permeabilitasnya. Sebagai contoh, jika kita menuangkan air ke tanah lempung, air pasti akan menggenang dan butuh waktu lama untuk terserap. Berbeda jika kita menuangkan air ke tanah berpasir, tentu air akan cepat terserap ke dalam tanah. Kira-kira begitulah kondisi tanah di Jakarta dibandingkan dengan di Jogja.
Dalam waktu 1 jam, ketinggian genangan di Jogja akan turun sekitar 30 cm. Sedangkan di Jakarta, mungkin hanya 0,000001 cm.

Elevasi tanah
Sebagian wilayah Jakarta memang dataran rendah, bahkan elevasinya berada di bawah permukaan laut. Sudah seperti mangkuk saja haha.

Tata guna lahan
Ketika hujan turun, sebagian air akan meresap ke tanah, sebagian lainnya akan mengalir/melimpas. Perbandingan jumlah air yang melimpas dan jumlah air hujan yang turun disebut keofisien limpasan. Semakin tinggi koefisien limpasan, tentu akan semakin rawan terjadi genangan.
Sekarang anda bisa bayangkan bagaimana permukaan tanah di Jakarta telah banyak tertutup lapisan beton, menyebabkan koefisien limpasannya tinggi. Bandingkan dengan daerah yang sawah dan hutannya masih terjaga.

Sesungguhnya Jakarta ini memang telah dianugerahi kondisi alam yang bakat banjir ya hehe


Lalu, ada 13 sungai yang melintasi Jakarta, yang salah satunya paling terkenal memprihatinkan adalah Sungai Ciliwung. Padahal, zaman dulu seorang pedagang Perancis pernah menuliskan bahwa Sungai Ciliwung memiliki air paling bersih dan paling baik di dunia. Kayak mimpi ya? Hahaha.

Jika anda tau kanal barat dan kanal timur yang dibuat untuk mengalirkan air sungai lewat luar Jakarta, meski terus dikembangkan oleh pemerintah Indonesia, namun gagasan awalnya bukan dari kita, melainkan dari pemerintah Belanda pada masa penjajahan dulu. Gagasan itu rilis tahun 1920 setelah 2 tahun sebelumnya terjadi banjir besar. Itu berarti, tahun 1918 Jakarta sudah dilanda banjir besar. Bahkan di tahun 1600-an Jakarta juga sudah mengalami banjir.

Hikayat banjir Jakarta dari era Jenderal Coen sampai Jokowi


Pencegahan banjir yang berupa fisik saat ini juga pasti sulit. Untuk sekedar membuat kolam retensi/embung di Jakarta, saya sudah bisa membayangkan keruwetannya. Pasalnya, proyek-proyek pembangunan seperti itu biasanya separuh dari anggarannya adalah untuk pembebasan lahan. Sudah sering lihat alotnya pembebasan lahan di berita-berita, kan?

Baru ngurusin air saja sudah begini. Sudah kondisi alam tidak mendukung, ditambah masalah-masalah yang timbul akibat kepadatan penduduk saat ini, penyempitan sungai, sampah, sistem drainase, dll., wah nggak bayangin pusingnya jadi gubernur Jakarta hahahaha


Ikut pusing ya jadinya :))


Boleh sih mikir pusing, ribet, repot, semrawut, dan lain lain, tapi kita tetep harus melek soal beginian. Saya cuma menghimpun info dan memaparkan ulang saja, supaya paling tidak, bertambah orang-orang yang mengerti tentang kerepotan di ibu kota sana, yang mungkin bisa terjadi di depan rumahmu jika tidak dipahami.

Koreksi saya jika ada yang salah. Apalah arti tulisan seorang mahasiswa semester 4 yang nilai mata kuliah hidrologinya saja pas-pasan.


Semoga semakin banyak di luar sana yang mau peduli air.

Sumber:
Kuliah Pak Joko, Pak Rahmad, Pak Budi.
http://id.wikipedia.org/wiki/Kanal_Banjir_Jakarta
http://koran-jakarta.com/?3813-akar%20banjir%20jakarta
http://green.kompasiana.com/polusi/2012/12/04/kontroversi-sungai-ciliwung-dan-kampung-deret-508086.html
http://www.tempo.co/read/kolom/2015/02/23/1963/Sejarah-Banjir-Jakarta
http://www.satire-indonesia.com/2015/02/berita-satire-banjir-jakarta-februari-2014.html
http://forum.detik.com/foto-foto-jakarta-dan-sekitarnya-tempo-dulu-posting-aja-kesini-t19743p49.html

Saturday, March 14, 2015

Jangan Terlalu

Pegang tanganku
Hentikan tawamu sejenak
Sudah terlalu banyak tuk senang
Sudah saatnya merenung dan bersyukur

Oh.. Indahnya menjalani denganmu
Oh.. Nikmatnya bersamamu
Tapi kita harus mulai mengerti
Tapi kita harus mulai batasi
Karena..

Indah itu tak selalu ada
Senang itu sementara
Jika senang jangan terlalu
Jika sedih jangan terlalu

Oh.. Indahnya menjalani denganmu
Oh.. Nikmatnya bersamamu
Tapi kita harus mulai mengerti
Tapi kita harus mulai batasi
Karena..

Indah itu tak selalu ada
Senang itu sementara
Jika senang jangan terlalu
Jika sedih jangan terlalu

Sederhanakan diri
Di depan masih panjang
Karena hidup tak hanya senang dan indah
Indah dan senang
Senang dan indah




Good things come hard.

Bukannya tak menikmati yang indah. Hanya memahami yang pilu.

Perjuangan. Pengorbanan. Bukankah itu inti dari kebaikan dalam hidup?

Merenung, bersyukur, sederhanakan diri.



Lagu ini. Hebat.

Terima kasih, Angga, Kupit, dan Bagus.

soundcloud.com/nosstress/pegang-tanganku

Thursday, February 19, 2015

How a Superhero Learns to Fly

She's got lions in her heart
A fire in her soul
He's a got a beast in his belly
That's so hard to control
'Cause they've taken too much hits
Taking blow by blow
Now light a match, stand back, watch them explode

When you've been fighting for it all your life
You've been struggling to make things right
That's how a superhero learns to fly

Wednesday, February 18, 2015

Ubah

Ini bukan tentang Ultraman Gaia
Atau Power Ranger Dino Charge
Bukan.
Bukan pula tentang perputaran
Akhirnya akan kembali lagi
Bukan.
Bukan pula perubahan fisika
Mempermainkan wujud zat cair
Bukan.
Ini seperti metamorfosis
Ulat pemakan menjadi kupu penyerbuk
Buruk menjadi indah
Ini seperti perubahan kimia
Ketela jadi tape
Kedelai menjadi tempe
Ini seperti....
Ah sebut saja ini seperti manusia
Manusia yang ingin mengangkat derajatnya
Manusia yang ingin lebih bermanfaat
Manusia yang ingin lebih bahagia dalam arti yang sesungguhnya
Manusia yang ingin berubah
Begitulah.


Friday, February 13, 2015

Let Me

Rasanya tidak ingin apa pun.

Ah. Kecuali.

Kecuali duduk diam, menulis beberapa kata, dan kembali diam.

Diam.

Berpikir.

Lalu diam.

Lagi.

Wednesday, February 11, 2015

Marah dan Menyerah, Tidak.

Seharusnya tidak berakhir begini..



Tapi tunggu.
Memangnya siapa yang menentukan keharusan?
Mungkin harus-ku, harus-mu, harus-nya, dan harus orang lain berbeda.
Mungkin harus memang tak bisa diseragamkan
Mungkin harus yang menjaga adanya perbedaan, untuk berkaca, lalu menyobek beberapa lembar atau menuliskan beberapa paragraf baru

Mungkin kali ini giliran saya berkaca. Atau Anda?

Tapi tunggu.
Mungkin ini bukan akhir.
Masih banyak senyum yang harus kucipta
Masih banyak cita yang harus kucapai
Masih banyak manfaat yang harus kubuat

Sungguh bodoh terjerumus dalam kata "akhir"



Seharusnya semua berhak menentukan awal..

Tuesday, January 27, 2015

Good Things My Parents Ever Gave Me

Saya baru saja menyadari hal-hal yang dilakukan orang tua saya sejak kecil dan berdampak besar pada saya hari ini. Hasil merenung di atas bukit, ternyata banyak sekali yang orang tua saya ajarkan melalui hal-hal yang tak saya sadari.


Sejak kecil membiarkan saya mengikuti apa pun aktivitas yang saya inginkan. Angklung, menggambar, paduan suara, karawitan, menari, piano, ensemble, senam lantai, pencak silat, basket, sepak bola, dan masih banyak lainnya. Membiarkan saya mengeksplorasi diri, terlibat dalam berbagai kelompok dan karakter, beradaptasi, mengikuti berbagai kompetisi, merasakan pahitnya kekalahan, dikecewakan, dan kemenangan.

Bepergian. Sejak kecil selalu bepergian. Hampir selalu dengan mobil. Menurut orang tua saya, satu hari libur saja adalah mubazir jika tak dihabiskan dengan bepergian. Bepergian membuat kita belajar banyak hal baru, menyadari ada dunia-dunia lain di luar kehidupan saya, membuka wawasan, dan menjadi lebih bijak dalam memandang sesuatu.

Tidak memanjakan dan menuruti semua keinginan saya. Saat masih kecil saya banyak mempertanyakan. Namun setelah dewasa, saya mengerti bagaimana manusia harus belajar kesederhanaan, kekecewaan, dan kenyataan bahwa kemudahan tak didapat dengan kemudahan.

Membaca. Orang tua saya adalah penggemar buku, dengan selera bacaannya masing-masing. Bapak dengan bacaan sejarah, politik, dan agama, Ibu dengan bacaan novel-novel terjemahan. Hal ini membuat saya menjadi terbiasa membaca, dan menyukai membaca. Sungguh, membaca adalah kunci jika anda ingin otak anda menguasai dunia. Membaca adalah awal dari pemikiran-pimikiran brilian, dan pada akhirnya, tindakan-tindakan yang bermanfaat.

Melucu. Entah yang satu ini masuk akal atau tidak, tapi orang tua saya senang melucu dan sedikit mewariskannya ke saya. Membuat saya menjadi lebih mudah bersosialisasi dan mudah diterima oleh orang-orang disekitar.

Membiarkan saya bergaul. Sejak mengenyam sekolah, orang tua saya membiarkan saya berteman dengan banyak orang, banyak golongan, banyak komunitas. Memberikan saya waktu lebih dari cukup untuk menghabiskan waktu bersama orang-orang di luar. Bahkan akan sangat welcome dan bersemangat jika teman-teman berkunjung ke rumah. Orang tua saya mau mengenal teman-teman saya dan mau berteman dengan mereka dengan cara yang menyenangkan.

Mencintai tanah air. Tak secara gamblang, lugas, mau pun terus-terusan, namun kembali ke tanah air adalah jelas salah satu hal yang diajarkan oleh orang tua saya. Mungkin dari perbincangan seputar sejarah Indonesia dengan Bapak, atau cerita-cerita Ibu bahwa bagaimana pun kita, sehebat apa pun kelak, toh kita tetap orang Indonesia, dan harus kembali kesini.

Mungkin sesungguhnya masih banyak hal lain yang tak sempat terpikirkan, atau mungkin belum saya rasakan manfaatnya sekarang. Tapi seperti yang pernah saya tulis dulu, compared to even the most cherished of all of my life's memories, Bapak dan Ibu adalah hal yang terbaik yang pernah saya dapatkan. Karena dari mereka lah, saya mendapatkan hidup saya yang sekarang.