Sejak SD aku kerap berinteraksi dengan anak-anak dengan berkunjung ke panti asuhan dan berbagai kegiatan lainnya. Dan sejak pertemuanku dengan Bambang saat kelas satu SMA, aku mulai mempunyai prinsip. Selain memiliki anak kandung, aku ingin mengadopsi anak saat dewasa kelak.
Oiya. Bambang adalah seorang bocah yang sepertinya pernah ku ceritakan di blog ini. Ia tinggal di sebuah panti asuhan yang pernah ku kunjungi.
Kemudian semenjak itu, ketika aku dan teman-temanku “terjebak” dalam percakapan menjadi perempuan, berkeluarga, dan punya anak, aku akan terhimpit oleh kerut dahi dan tatapan heran mereka saat mengetahui prinsipku. Dan jawabanku selalu sama. “Ada banyak anak-anak yang hidup menderita karena tak diinginkan.” Kurang lebih begitu.
Meski kebanyakan memahami, aku belum pernah bertemu orang yang sependapat denganku. Aku tak pernah berusaha meyakinkan orang lain tentang ini. Aku hanya berusaha meyakinkan diriku. Dan sampai detik ini, masih sama.
***
Beberapa waktu yang lalu aku divonis dokter tidak bisa bermain basket lagi sampai lututku dioperasi. Hari itu, seperti yang pernah aku ceritakan di blog, adalah salah satu turning point hidupku. Meluncur ke bawah, tentu saja. Tapi berkat teman-temanku, aku bisa kembali mengumpulkan semangat, dan kembali optimis.
Setelah tidak melakukan pemeriksaan selama beberapa waktu karena KKN dan KP, kemarin aku baru saja berkunjung ke dokter ortopedi (untuk kesekian kalinya), berharap mendapat tindakan lebih lanjut untuk operasi. Setelah pemeriksaan klinis lebih lanjut dan melalui penjelasan panjang lebar, akhirnya didapat kesimpulan bahwa aku tak butuh operasi, dan memang sudah tak bisa bermain basket lagi.
Tak perlu aku tulis panjang lebar lagi bagaimana perasaanku.
***
*****
********
Dua hal di atas adalah dua kejadian dalam hidupku yang tiba-tiba terangkat kembali hari ini karena sebuah film yang luar biasa indah, berdasarkan kisah nyata.
Lion. Adalah salah satu film paling indah dan tulus yang pernah kutonton.
Seperti biasa, sentimentilnya keluar kalau udah nonton film-film inspiring dan based on true story kayak gini. Cukup untuk menguras dan memperkaya kembali hati
Saroo kecil mengingatkanku untuk selalu bersyukur..
Saroo kecil mengingatkanku untuk selalu bersyukur..
Atas makanan dan minuman yang kapan saja siap aku santap tanpa harus mempertaruhkan nyawa. Atas waktuku bersama Bapak, Ibu, dan Kakak tanpa harus bekerja banting tulang siang dan malam. Atas kedua kakiku, yang meski tak bisa bermain basket lagi, tapi masih bisa berjalan dan mengantarku menuntut ilmu setiap hari.
Karena dunia yang begitu kejam yang dialami Saroo nyata di luar sana. Dan aku masih bisa menulis ini dari atas kasurku yang nyaman.
Entah film ini yang terlalu tulus atau aku yang terlalu cengeng. Adegan Saroo kecil berusaha meyakinkan kakaknya dengan mengangkat kursi dan sepeda di awal film sudah membuatku menangis seperti anak kecil hahaha
Sue mengingatkanku akan diriku, meski dengan alasan yang sedikit berbeda. Ia mengingatkanku akan sebuah pilihan yang merupakan keyakinan diri. Sue dan suaminya tidak memiliki kekurangan apa pun untuk menghadirkan anak kandung. Tapi mereka memilih untuk mengadopsi anak-anak tidak beruntung dari belahan dunia lain.
“Because we both felt as if the world has enough people in it. Have a child, couldn’t guarantee it will make anything better. To take a child that’s suffering like you boys were, give you a chance in the world, that’s something.”
Giving a chance in the world to a child.
Kalimat sederhana yang cukup masuk akal bagiku.
Karena dunia yang begitu kejam yang dialami Saroo nyata di luar sana. Dan aku masih bisa menulis ini dari atas kasurku yang nyaman.
Entah film ini yang terlalu tulus atau aku yang terlalu cengeng. Adegan Saroo kecil berusaha meyakinkan kakaknya dengan mengangkat kursi dan sepeda di awal film sudah membuatku menangis seperti anak kecil hahaha
Sue mengingatkanku akan diriku, meski dengan alasan yang sedikit berbeda. Ia mengingatkanku akan sebuah pilihan yang merupakan keyakinan diri. Sue dan suaminya tidak memiliki kekurangan apa pun untuk menghadirkan anak kandung. Tapi mereka memilih untuk mengadopsi anak-anak tidak beruntung dari belahan dunia lain.
“Because we both felt as if the world has enough people in it. Have a child, couldn’t guarantee it will make anything better. To take a child that’s suffering like you boys were, give you a chance in the world, that’s something.”
Giving a chance in the world to a child.
Kalimat sederhana yang cukup masuk akal bagiku.
********
Terima kasih, Lion.
No comments:
Post a Comment